Hagi Hagoromo: Brand Storytelling Short Workshop

Reading time : 3 minutes

Waktu baca : 3 menit

Bagi Hagi, menulis sudah mengalir deras di dalam aliran darahnya. Lebih dari 30 tahun bergelut di bidang penulisan kreatif dan jurnalistik (Hagi sudah mulai menulis sejak umur 15 tahun) membuat pria kelahiran Bandung ini hampir tahu segala jenis bentuk penulisan. Pengalamannya makin kaya berkat kariernya sebagai awak media dan beberapa kali menjadi editor-in-chief di berbagai media. Karier Hagi dimulai di sebuah tabloid hiburan Bintang Milenia, yang kemudian dilanjutkan di majalah bernuansa musik Trax yang diterbitkan oleh grup media besar MRA Media. Selanjutnya Hagi bekerja di majalah religi Alif, majalah olahraga 442, dan kini menjabat sebagai editor-in-chief di media online LiniKini.

Tak hanya sebagai pekerja media, Hagi juga mencoba terjun bisnis dan membuka katering dengan menu tunggal siomay yang diberinya nama Siomay Perintis. Resep siomay yang disediakan oleh Siomay Perintis adalah hasil ramuan Hagi dan istri tercinta dan kini melayani para pelanggan di Jakarta dan seputarnya.

Pengalaman di dunia kerja yang berbeda membuat Hagi belajar banyak hal, terutama bagaimana menerapkan kemampuannya menulis di bisnis yang dijalaninya, terutama brand storytelling atau membuat narasi yang dipakai untuk membangun sebuah brand.

Simak lebih lanjut bincang ringan berikut ini. Penasaran untuk belajar brand storytelling langsung dari Hagi? Ikuti “Brand Storytelling Short Workshop: Kelas Menulis Kreatif untuk Membangun Brand”, tanggal 18 November jam 13.00 – 15.00 bertempat di Backspace, Lippo Puri Mall Jakarta.

 

Skillagogo (S): Mengapa Anda tertarik jadi penulis dan pekerja media?

Hagi Hagoromo (HH): Mengapa saya tertarik bekerja di media, mungkin jawabannya cukup klasik, tapi begitulah keadaannya: semua itu karena “passion”. Menggarap media sudah jadi passion saya sejak remaja. Saya jadi ingat pertama kali membuat majalah, saat itu saya masih kelas 3 SMP. Sejak itu dan hingga kini, saya belum pernah berhenti, dan belum kepikiran untuk berhenti untuk menggarap media. Di jaman sekarang ini formatnya sudah sangat banyak: cetak, elektronik, online, dan juga digital.

Lalu, kenapa saya gemar menulis? Menurut saya, karena seringnya bicara lisan saja tidak cukup. Menulis adalah opsi untuk tetap bisa bersuara. Menyuarakan apa saja. Tentu, tulisan ini butuh media. Jadi itulah alasan kenapa saya awet bekerja di media.

S: Kalau boleh tahu bakat menulis ini menurun dari keluarga?

HH: Kalau dari keluarga langsung mungkin tidak ada. Saya mempunyai keponakan (anak adik kandung) yang berprofesi sebagai penulis, dia sudah menerbitkan beberapa buku fiksi. Kebetulan saya dan keponakan saya itu sama-sama kuliah di tempat yang sama: Jurnalistik Universitas Padjajaran. Oh, well..

S: Setelah malang-melintang bertahun-tahun bekerja di media, boleh cerita pengalaman yang paling mengesankan?

HH: Yang paling mengesankan dan mengharukan adalah saat tahu bahwa di luar ada beberapa gelintir orang yang menanti-nanti tulisan saya yang cuma secuil itu di rubrik Ed’s note. Rasanya agak aneh, tapi saya sangat bersyukur, tulisan saya bisa memberi inspirasi!

S: Mari bicara pengalaman pahit. Pernahkah Anda menulis suatu topik yang sangat sulit hingga bikin hampir putus asa?

HH: Hmmm, yang jelas, sih, pernah. Itu sudah pasti. Tapi terus terang saya tidak ingat topik apa! Buat saya, semua topik punya tingkat kesulitan yang sama. Tahap sulit terjadi saat saya harus menentukan sudut pandang penulisan. Tentu saja sudut pandang ini harus “gue” banget, atau sesuai dengan pikiran saya. Tapi jika sudah ketemu, menulis jadi mengalir begitu saja.

S: Mana yang lebih Anda sukai: sebagai jurnalis atau jadi pengusaha F&B?

HH: Dua-duanya adalah panggilan hati. Media adalah hidup saya. F&B itu hobi. Di hidup saya rasanya ada yang kurang kalau saya tak menyempatkan diri buat main-main ke dapur. Jadi, bisa dibilang kalau menulis dan memasak adalah terapi hidup saya!

S: Bagaimana Anda menerapkan brand storytelling buat Siomay Perintis?

HH: Kebetulan, bisnis F&B yang saya tekuni, Siomay Perintis, sudah punya ceruk pasar sendiri. Ada semacam diferensiasi yang terbentuk sepanjang perjalanan kami. Untuk storytelling, kami di Siomay Perintis banyak menggunakan visual yaitu berupa foto-foto produk, dan kemudian digabungkan dengan caption atau teks. Tentu saja teks ini berkaitan dengan bagaimana brand ini ingin saya bentuk. Sesuai dengan namanya yang mengandung kata “perintis” dan kepribadian saya yang cukup idealis, saya kerap membuat teks atau caption yang banyak bermain kata-kata bijaksana dan intrinsik. Sejauh ini, untuk bisnis kami, visual dan caption yang sesuai dengan citra brand kami sudah cukup efektif dalam membangun brand ini.

S: Saran buat para pengusaha muda yang baru terjun merintis bisnis (selain menghadiri Brand Storytelling Workshop)?

HH: Kenali diri dan produkmu. Atau mungkin buat para brand copywriter: kenali produk yang dititipkan kepadamu. Rasakan itu sampai masuk ke tulang sumsummu dan menjadi dirimu. Kalau itu sudah tercapai, tentu saja proses selanjutnya akan mengalir alias go with the flow.

Info dan pendaftaran kelas menulis kreatif bersama Hagi Hagoromo “Brand Storytelling Short Workshop: Kelas Menulis Kreatif untuk Membangun Brand” ada di tautan ini. Kelas berlokasi di Lippo Puri Mall, Jakarta Barat.

Tags

Share

Related Articles

Employability, Skill Masa Depan

Reading time : 5 minutes

Penulisan Efektif, Skill Masa Depan

Reading time : 2 minutes

Persuasiveness, Skill Masa Depan, Teamwork
Tapi, apakah setiap negosiasimu selalu sukses? Jika tidak, kamu tidak sendiri. Banyak orang menghadapi tantangan dalam melakukan negosiasi, terutama jika tidak terbiasa atau merasa kurang

Reading time : 5 minutes